Langsung ke konten utama

essay tentang cita-cita

YAKINLAH
Karya : Azzahra Rahimi
Sejak kecil kita sudah ditanyai sudah besar mau jadi apa, ingin bekerja apa, dan ditanya apa yang cita-cita setelah besar nanti. Jawaban pada umumnya adalah ingin menjadi dokter, pilot, astronot, bahkan superhero. Kita menjawab tanpa mengerti apa definisi cita-cita yang sesungguhnya. Hanya sekedar mengetahui itu adalah sebuah profesi yang bagus terlihat keren, terinspirasi dari kartun yang dilihat atau mengikuti orang tuanya. Tanpa memikirkan bagaimana caranya untuk menggapai cita-cita tersebut.
Menjadikan diri sendiri berada pada posisi yang diinginkan adalah hal yang wajar, karena setiap manusia berhak dan pasti mempunyai cita-cita dalam kehidupan ini. Banyak orang berpendapat bahwa hidup tanpa cita-cita mati saja, karena orang hidup tanpa mempunyai cita-cita bagaikan mayat hidup.
Tujuannya memiliki cita-cita yaitu  untuk membakar semangat agar terus melangkah maju dengan langkah yang jelas dalam kehidupan ini sehingga menjadi sebuah pengembangan diri sebagai bentuk dorongan untuk melakukan suatu perubahan. Bagi orang-orang yang menganggap cita-cita hanya mimpi, maka hanya akan menjadi sebuah impian belaka tanpa adanya api yang membakar motivasi untuk melangkah maju. Karena, orang seperti mereka adalah orang yang hanya mampu bermimpi dan tidak mampu mewujudkannya atau tidak mau berusaha untuk mewujudkan mimpinya itu. Benar-benar sia-sia bukan? Tapi, kita pasti kita setuju bahwa menggapai cita-cita dimasa depan yang diimpikan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak sekali rintangan yang harus dilewati.
Seiiring berjalannya waktu apa yang dicita-citakan di masa lalu terus berubah dengan bertambahnya usia, pengalaman, dan kenyataan yang dihadapi. Ditambah jika sudah  mengetahui kemampuan yang kita miliki. Semakin  dewasa bisa jadi kita akan menjadi semakin bingung dengan apa yang dicita-citakan. Cita-citapun akan terus berkembang bahkan bertambah tinggi sesuai dengan kebutuhan dan keinginan. Pertanyaan ingin menjadi apa di masa depan yang serius biasanya akan timbul pada bangku SMA. Pada saat itu kita akan berfikir realistis bahwa cita-cita harus cocok dengan kemampuan dan harus memiliki keyakinan untuk melaksanakan cita-cita yang diharapkan. Masa depan kita tentu kita sendiri yang menentukan, masa depan adalah resiko dari apa yang kita lakukan sekarang.
Tak ada seorangpun yang tahu tentang masa depannya sendiri, sehebat-hebatnya orang tersebut, pasti tidak akan tahu masa depannya sendiri. Karena bisa dibilang masa depan adalah sebuah misteri, misteri yang dimaksud disini adalah sesuatu yang belum jelas kepastiannya dan belum tentu terjadinya. Jika semua orang mengetahui akan masa depannya maka hidup ini pasti kosong, tak ada perjuangan untuk menggapainya, jadi biarlah masa depan tetap menjadi misteri dan tetap menjadi sesuatu yang kita perjuangkan untuk meraihnya.

Memilki cita-cita tidak ada batasnya. Tidak ada pengecualian dalam memiliki cita-cita. Yang terpenting adalah cita-cita itu sendiri membawa manfaat untuk dirinya dan orang lain, dan membuat bangga orang tua. Tidak perlu seberapa besar atau kecilnya cita-cita semua ditentukan oleh faktor kuatnya kesungguhan dan keinginan, dan tidak lupa rida dari orang tua. Apa yang kita usahakan tidak akan sia-sia semua pasti akan ada hasilnya. Kita harus berani merealisasikan dengan usaha dan modal selama kita berada dalam masa perjalanan kita. Tidak ada kata meyerah, harus berani melawan. Dalam menggapai cita-citapun harus diiringi dengan doa kepada Yang Maha Kuasa. Karena-Nya kita bisa bermimpi dan menjadi sosok yang dapat mewujudkan cita-cita yang diharapkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

2020, seperti kiamat kecil bagiku ( part 1 )

       Dari pertama kali muncul berita tentang adanya covid 19, aku termasuk yang paling takut, panik, khawatir juga cemas. Melihat penyebarannya yang begitu mudah dan cepat. Disamping berdo'a memohon perlindungan kepada Allah, aku di rumah juga menerapkan protokol kesehatan. Adanya kabar akan  lockdown juga membuat keluarga kami ikut serta membeli persediaan makanan yang lebih untuk berjaga-jaga.       Covid 19 ini juga berampak pada sistem pendidikan, dimana pada bulan Maret seluruh instansi pendidikan mengumumkan libur selama dua minggu -pada awalnya. Aku segera memutuskan untuk pulang ke rumah. Emang sedikit nekat, semua menyarankan untuk tetap stay di kosan karena kalo pulang beresiko apalagi naik kendaraan umum. Tapi aku maksa untuk pulang. Untungnya di bis ga terlalu rame paling cuma setengahnya, di perjalananpun aku berusaha menjaga agar tidak banyak menyentuh dan menutup mulut dan hidung dengan kerudung karena saat itu masker dimana-...

dibalik haha hihi

    Udah satu tahun setengah kuliah online, alias udah mau tiga semester. Jujur aja rasanya nano nano. Pertama, seneng banget karena gue kuliah di rumah dimana gue tiap hari ketemu orang tua gue, ga harus mikir lagi makan nyuci gimana, ga sendiri, lingkungan yg nyaman dll nya deh. Tentu itu hal yg gue syukuri, banget. Alhamdulillah juga orang tua gue ngerti, mendukung dan selalu mendoakan. Jadi kaya gaada alesan deh kalo buat ga kuliah di rumah.     Kedua, cape banget dan stress. Awal2 emang enak 'wah asik bgt kuliahnya santai' 'enak bgt ga harus mandi dulu' 'bisa sambil rebahan' tapi setelah satu semester berlalu, tugas menumpuk, deadline ga kira2, ketemu dosen baru yg wow tidak bisa ditebak. Booom. Baru kerasa capenya. Belom lagi kalo tugas kelompok tapi rasa individu. Sebenernya yg bikin cape bukan 100% karena tugasnya sih, karena kalo pun ga online tugasnya bakal tetep sama. Yang bikin cape adalah ketika harus tiap hari depan layar, ga ketemu temen, gaada t...